Senin, 31 Oktober 2011

Keutamaan Puasa Arafah


Ibadah tathawwu' (sunnah; yang dianjurkan) merupakan perkara yang akan menambah pahala, menggugurkan dosa-dosa, memperbanyak kebaikan, meninggikan derajat, dan menyempurnakan ibadah wajib.

Allah Ta'ala berfirman,

فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُُ لَّهُ

“Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lah yang lebih baik baginya.” (Qs. al-Baqarah: 184).

Demikian juga, hal itu merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, setelah melakukan kewajiban-kewajiban. Karena, mendekatkan diri kepada Allah itu dengan cara beribadah kepada-Nya dengan ibadah yang hukumnya wajib atau mustahab (yang disukai; sunnah). Mendekatkan diri kepada-Nya bukan dengan ibadah yang bid'ah tanpa bimbingan sunnah atau dengan kebodohan tanpa bimbingan ilmu. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits qudsi sebagai berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya, Allah berfirman, 'Barangsiapa memusuhi wali-Ku [Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa-pen.], maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah (sunnah; tambahan; yang dianjurkan) sehingga Aku mencintainya.'” (HR. Bukhari, no. 6502).

Di dalam hadits di atas terdapat dalil, bahwa barangsiapa yang menghendaki dicintai oleh Allah, maka urusannya mudah baginya, jika Allah memudahkannya padanya. Yaitu dia melakukan kewajiban-kewajiban dan melakukan ibadah-ibadah tathawwu' (sunnah), dengan sebab itu, dia akan meraih kecintaan Allah dan walayah (perwalian) Allah.” (Al-Fawaid adz-Dzahabiyah Minal Arba'in Nawawiyah, hal. 143).

Kemudian, di antara amalan tathawwu' yang utama adalah puasa. Karena, puasa merupakan ibadah yang dapat mengekang nafsu dari keinginannya. Puasa juga akan mengeluarkan jiwa manusia dari keserupaan dengan binatang menuju keserupaan dengan malaikat. Karena orang yang berpuasa meninggalkan perkara yang paling lekat pada dirinya, yang berupa makanan, minuman, dan berhubungan dengan istrinya, karena mencari ridha Allah. Sehingga, itu merupakan ibadah dan ketaatan yang merupakan sifat malaikat. Sebaliknya, jika manusia mengumbar hawa nafsunya, maka dia lebih mendekati alam binatang.

Keutamaan Puasa Arafah

Di antara puasa tathawwu' yang paling utama adalah puasa Arafah. Yang dimaksud dengan puasa Arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada saat itu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji berkumpul wukuf di padang Arafah.

Sebagian orang mendapatkan masalah ketika mendapati tanggal/kalender di negaranya berbeda dengan di Arab Saudi. Maksudnya, pada hari ketika jamaah haji sedang berkumpul di Arafah, yang hari itu adalah tanggal 9 Dzulhijjah di negara Arab Saudi, tetapi kalender di negaranya pada hari itu adalah tanggal 10 Dzulhijjah, umpamanya. Maka, apakah dia berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut kalender di negaranya sendiri, padahal di Arab Saudi masih tanggal 8 Dzulhijjah, dan para jamaah haji belum menuju Arafah. Atau dia berpuasa pada tanggal 10 Dzulhijjah menurut kalender di negaranya sendiri dan di Arab Saudi sudah tanggal 9 Dzulhijjah, dan para jamaah haji berkumpul di Arafah.

Dalam hal ini yang menjadi ukuran adalah wuquf di Arafah, bukan kalender di negaranya. Karena di dalam hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut dengan “puasa hari Arafah”, sehingga mestinya wuquf di Arafah itulah yang menjadi ukuran. Wallahu a'lam.

Keistimewaan Hari Arafah

Hari Arafah memang salah satu hari istimewa, karena pada hari itu Allah membanggakan para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah di hadapan para malaikat-Nya. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمُ الْمَلَائِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ

“Tidak ada satu hari yang lebih banyak Allah memerdekakan hamba dari neraka pada hari itu daripada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah mendekat, kemudian Dia membanggakan mereka (para hamba-Nya yang sedang berkumpul di Arafah) kepada para malaikat. Dia berfirman, 'Apa yang dikehendaki oleh mereka ini?'” (HR. Muslim, no. 1348; dan lainnya dari 'Aisyah).

Olah karena itulah, tidak aneh jika kaum muslimin yang tidak wukuf di Arafah disyariatkan berpuasa satu hari Arafah ini dengan janji keutamaan yang sangat besar.

Marilah kita renungkan hadits di bawah ini, yang menjelaskan keutamaan puasa Arafah, yang disyariatkan oleh Ar-Rahman Yang Memiliki sifat rahmat yang luas dan disampaikan oleh Nabi pembawa rahmat kepada seluruh alam.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

Alangkah pemurahnya Allah Ta'ala. Puasa sehari menghapuskan dosa dua tahun! Kaum muslimin biasa berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, dan mereka sanggup melakukan. Maka, sesungguhnya berpuasa satu hari Arafah ini merupakan perkara yang mudah, bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala.

Barangsiapa membaca atau mendengar sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia ini pastilah hatinya tergerak untuk mengamalkan puasa tersebut. Karena, setiap manusia pasti menyadari bahwa dia tidak dapat lepas dari dosa.

Dosa Apa yang dihapus?

Apakah dosa-dosa yang dihapuskan itu meliputi semua dosa, dosa kecil dan dosa besar? Atau hanya dosa kecil saja? Dalam masalah ini para ulama berselisih.

Sebagian ulama, termasuk Ibnu Hazm rahimahullah, berpendapat sebagaimana zhahir hadits. Bahwa semua dosa terhapuskan, baik dosa besar, atau dosa kecil.

Namun jumhur ulama, termasuk Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Rajab, berpendapat bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan amal-amal shalih, seperti wudhu', shalat, shadaqah, puasa, dan lainnya, termasuk puasa Arafah ini, hanyalah dosa-dosa kecil.

Pendapat jumhur ini di dukung dengan berbagai alasan, antara lain:

1.Allah telah memerintahkan tobat, sehingga hukumnya adalah wajib. Jika dosa-dosa besar terhapus dengan semata-mata amal-amal shalih, berarti taubat tidak dibutuhkan, maka ini merupakan kebatilan secara ijma'.

2.Nash-nash dari hadits lain yang men-taqyid (mengikat; mensyaratkan) dijauhinya dosa-dosa besar untuk penghapusan dosa dengan amal shalih.

3.Dosa-dosa besar tidak terhapus kecuali dengan bertobat darinya atau hukuman pada dosa tersebut. Baik hukuman itu ditentukan oleh syariat, yang berupa hudud dan ta'zir atau hukuman dengan takdir Allah, yang berupa musibah, penyakit, dan lainnya.

4. Bahwa di dalam syariat-Nya, Allah tidak menjadikan kaffarah (penebusan dosa) terhadap dosa-dosa besar. Namun, kaffarah itu dijadikan untuk dosa-dosa kecil (Lihat Jami'ul 'Ulum wal Hikam, syarh hadits no. 18, karya al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali).

Puasa Arafah untuk Selain yang Berada di Arafah

Kemudian, bahwa disunnahkannya puasa Arafah ini berlaku bagi kaum muslimin yang tidak wuquf di Arafah. Adapun bagi kaum muslimin yang wuquf di Arafah, maka tidak berpuasa, sebagaimana hadits di bawah ini,

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummul Fadhl binti al-Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, 'Beliau berpuasa.' Sebagian lainnya mengatakan, 'Beliau tidak berpuasa.' Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari, no. 1988; Muslim, no. 1123).

Setelah kita mengetahui keutamaan puasa hari Arafah ini, maka yang tersisa adalah pengamalannya. Karena setiap manusia nanti akan ditanya tentang ilmunya, apa yang telah dia amalkan. Semoga Allah selalu memberikan kepada kita untuk berada di atas jalan yang lurus. Amin.

Penulis: Ustadz Abu Isma'il

Senin, 17 Oktober 2011

Siapa Yang (Sebenarnya) Diqurbankan Nabi Ibrahim as.?

Oleh : Muhammad Harsono Samsuri*
(Pemerhati & Praktisi Masalah Sosial & Ke-Ummatan)


I.LATAR BELAKANG
Mengingat seringnya penulis mendengar & melihat kerancuan berfikir orang-orang Nashrani tentang hal diatas yang kemudian “ditularkan” kepada umat islam, serta banyaknya pertanyaan dari orang-orang perihal, ”Siapa yang sebenarnya diqurbankan oleh Nabi Ibrahim as” pada waktu perayaan Iedul Adha yang dijalankan oleh umat islam, maka penulis terketuk untuk mengungkap hal ini (tentu saja sebatas ilmu pengetahuan yang kami miliki). Apalagi menjelang atau saat mendekati hari Iedul Adha atau Iedul Qurban seperti sekarang ini.

Untuk mencari KEBENARAN (bukan PEMBENARAN) berdasarkan Kitab Suci (bukan KATA ORANG) apalagi “Konon Kabarnya” atau “Kami Pernah Mendengar” dan lain sebagainya. Penulis mengambil landasan & sumber tulisan ini berdasarkan Al-Kitab Edisi II Tahun 1994 terbitan Lembaga Al-Kitab Indonesia Jl. 12 Salemba Jakarta serta Al Qur’an & Sunah Shohihah.

II. PENDAHULUAN
Ummat Kristen (baik yang Protestan maupun Katholik & sekte-sekte lainnya) mengabarkan bahwa yang diqurbankan Nabi Ibrahim as adalah ISHAQ anaknya yang tunggal (Kejadian 22:1-2) & bukannya ISMAIL karena dia bukan anak yang sah (Kejadian 16:1-11) sebab dia berasal dari anak hamba sahaya. Pada hakekatnya semua itu adalah Hak Mereka (Ummat Kristen) untuk menyakini hal tersebut & hal itu sah-sah saja. Permasalahannya sekarang adalah, karena hal tersebut sering “dinyaringkan & dinyanyikan” serta “didengung-dengungkan” kepada ummat selain mereka, dalam hal ini yaitu kepada Ummat Islam, akhirnya kaum muslimin (meskipun hanya sebagian kecil) yang lemah iman & ilmunya dalam masalah agama (dienul islam) menjadi biasa atau ragu tentang kisah penyembelihan qurban pada waktu Iedul Adha berlangsung.

Maka dengan hal itu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk saling mengingatkan kepada muslim lainnya atau kepada Ummat Kristen (tentu kita tau, bahwa banyak dari ayat-ayat Al Qur’an yang diawali dengan kata “Yaa Ahlil-Kitab…”) maupun manusia secara keseluruhan selain ummat yang beragama Islam & Kristen (seperti “Yaa Ayyuhan-Nas…”) sebagaimana firman Allah,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al ‘Asr 103:1-3)

III. ANALISIS PERMASALAHAN
Perlu diketahui bersama bahwa didalam Bibel mereka sendiri, Nabi Ibrahim as itu mempunyai 3 istri. Yang pertama adalah SARAH (Kejadian 16:1-4), yang kedua HAJAR (Kejadian 16:1-4) & yang ketiga adalah KETURA (Kejadian 25:1-6). Dari ketiga istrinya tersebut, Nabi Ibrahim as kemudian mempunyai 8 putra, yakni ISMAIL dari HAJAR (Kejadian 16 : 15-16), ISHAQ dari SARAH (Kejadian 21 : 3-5), & KETURA punya 6 anak yakni Zimron, Yoksan, Medan, Midian, Isybak & Suah (Kejadian 25 : 1-2). Bahkan didalam Kejadian 17 : 6, Tuhan akan membuat engkau (Nabi Ibrahim as) akan beranak cucu sangat banyak sekali.

Tentang permasalahan ANAK TUNGGAL, mayoritas orang pasti sudah pada mengetahui bahwa ANAK TUNGGAL bisa berarti anak itu tidak punya saudara-saudara lain yang se-ayah (atau dalam hal ini yaitu saudara kandung se-ibu), atau pada SAAT ITU sang ayah BARU PUNYA ANAK SATU saja. Hal ini tentu sangat mudah difahami bagi orang yang mau berfikir dengan logika yang sehat & mengedepankan KEBENARAN, bukan PEMBENARAN didalam menelaah suatu permasalahan.

Untuk lebih lengkap & jelasnya, disini kami akan mengutip Kejadian 21 : 5 yang isinya kurang lebih adalah bahwa pada waktu ISHAQ lahir, Nabi Ibrahim as berumur 100 tahun, sedangkan pada waktu ISMAIL lahir, Nabi Ibrahim as berumur 86 tahun (Kejadian 16 : 16). Dengan hal ini sudah bisa kita ketahui bahwa usia Nabi Ismail as lebih tua dari pada Nabi Ishaq as karena Nabi Ismail as lebih dulu lahir& selisih umur mereka adalah 14 tahun. Jadi secara logis, kalau ingin disebut ANAK TUNGGAL pada saat itu harusnya Nabi Ismail as, sebab beliau lebih dahulu lahir. Dan tentunya anak yang LAHIR DULUAN (anak sulung) tersebut yang disebut ANAK TUNGGAL. Hal ini karena SAAT ITU Nabi Ismail as belum mempunyai adik atau kakak (saudara) yang lainnya.

Sedangkan permasalahan yang dikemukakan oleh orang-orang Kristen bahwa istri Nabi Ibrahim as yang sah adalah hanya-lah SARAH saja, sebetulnya sudah terjawab pada point ke II sebagaimana diatas. Bahwasanya Hajar & Ketura-pun istri yang sah dari Nabi Ibrahim as. Bila ada orang islam yang mengaku dirinya beriman, pasti sudah 100 % yakin & percaya bahwa tidak mungkin seorang Nabi & Rosul yang telah diutus Allah swt melakukan perbuatan keji & tercela, yaitu BERZINA. Sebab para Nabi & Rosul selalu terjaga dari segala dosa & selalu dijaga oleh Allah SWT.

Selain itu, yang perlu diketahui bersama adalah pada SAAT ITU belum ada sistem MONARCHI atau sistem Kerajaan dengan model “Putra Mahkota”& tak ada yang disebut sebagai “GARWO PADMI atau PERMAISURI” (istri Raja yang tidak dinikahi secara resmi). Kecuali, seumpama orang-orang Kristen itu merujuk hukum yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana Peraturan Pemerintah nomor X (PP. X) dimana istri ke-2, ke-3 & seterusnya adalah TIDAK SAH.

Dan kalau kita melihat sejarah jauh kebelakang, yang mana nenek moyang Yesus banyak juga yang “ber-POLIGAMI-ria”, seperti JACUB (Kejadian 32 : 22), DAUD (Maz 51 : 1-2), bahkan SALOMO atau SULAIMAN punya 700 istri (1 Raja 11 : 3). Yang terpenting adalah nabi-nabi diatas merupakan keturunan Nabi Ishaq as. yang otomatis juga keturunan Nabi Ibrahim as. & kesemuanya itu juga merupakan istri-istri yang SAH. Kemudian pertanyaannya, “MASAK PARA NABI BERSLINGKUH?”

Kemudian yang justru menjadi tanda tanya besar (The Big Questionmark) kita adalah, Kalau analisi ini benar (yang betul betul-betul diqurbankan adalah ISMAIL bukannya ISHAQ sebagaimana keyakinan orang-orang Kristen), maka perlu kiranya kita mengoreksi kekeliruan tersebut & orang-orang Kristen Wajib sadar & kembali kepada Millah (Agama) yang benar yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as & kemudian beriman kepada apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw sang Nabi terakhir bagi seluruh ummat manusia.

Kita-pun juga tau (menurut Al Qur’an & Bibel sendiri) bahwa Nabi Ishaq as yang menurunkan atau sebagai nenek moyang kaum Yahudi, sedangkan Nabi Ismail as yang menurunkan atau nenek moyang bangsa Arab. Maka dengan hal ini, Muhammad bin Abdulloh bin Abdil Muththolib yang menjadi Nabi-nya ummat Islam yang benar-benar menjadi pemimpin bangsa yang besar sebagaimana didalam Bibel Kejadian 21 : 18, Ulangan 18 : 18, Matius 21 : 43 & Yohanes 14 : 26, 15 : 26, 16 : 7-15 hal ini juga telah disebutkan. Akan tetapi kenapa mereka (orang-orang Kristen) juga tidak mau segera sadar dari kesalahan faham mereka? Hal ini tidak lain karena memang ada agenda tersembunyi dari para rahib-rahib atau pendeta-pendeta Kristen. Wallahu A’lam Bish-Showab…

IV. KESIMPULAN & SARAN
Dari pemaparan & analisis diatas, Anda tentunya & insya Allah bisa mengambil ibroh (pelajaran) sendiri, bahwasanya Bibel mereka sendiri dengan TEGAS & JELAS memfirmankan bahwa ANAK TUNGGAL yang diqurbankan itu adalah Anak Sulung Nabi Ibrahim as yaitu Nabi Ismail as sebagaimana firman Allah swt,
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar (yang dimaksud ialah Nabi Ismail as). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang cukup dewasa) dan bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shaffat 37 : 100-102)

Karena kedengkian & kesombongan yang timbul dari hati mereka (orang-orang Kristen) & setelah nyata kebenaran, mereka-pun tidak mau mengikuti risalah (agama) yang dibawa Nabi Muhammad saw meskipun mereka bukan orang-orang yang benar. Hal ini ditegaskan Allah swt dalam firmannya,
“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Baqoroh 2 : 109)
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata : "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah : "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (QS. Al Baqoroh 2 : 111 & lihat juga QS. Al Baqoroh 2 : 120)

Dan karena hobbi mereka yang suka memutar balikkan kebenaran & fakta, mereka-pun juga mengatakan bahwa Nabi Ibrahim as BUKAN YAHUDI & NASHRANI, tetapi orang yang lurus. Hal ini mereka lakukan tidak lain karena ingin menyesatkan manusia. Allah swt berfirman,
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, Padahal ia bukan dari Al kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", Padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata Dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui”. (QS. Ali ‘Imron 3 : 78)

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus (Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan) lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman. Segolongan dari ahli kitab ingin menyesatkan kamu, Padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya. (QS. Ali ‘Imron 3 : 67-69)

Akhirnya, semoga Allah swt memberikan hidayah kepada orang-orang Kristen & ummat islam yang sudah terkena “Racun” salah pemikiran yang menjangkiti mereka. Semoga mereka bisa segera sadar & insyaf yang akhirnya memilih Dien yang hanya diridhoi oleh Allah swt, yaitu ISLAM. Amin…(Bekti Sejati/KRU FAI)

Klaten, 20 Dzulqo’dah 1432 H/17 Oktober 2011 M

*KET : Penulis adalah orang asli Klaten Jawa Tengah yang lahir pada 67 tahun silam (tahun 1944). Meski umur sudah udzur, tapi semangat & cara gerak beliau bisa dibilang seperti pemuda yang baru berumur 30an tahun. Meskipun penulis lahir di Klaten, tapi semenjak SD hingga dewasa penulis tidak tinggal di Klaten alias “Hijrah” keluar Jawa. Penulis sejak lahir ber-KTP islam, tapi karena sering bergaul & kedekatannya dengan orang-orang diluar islam (ada yang dari Protestan, Katholik, Hindu, dll), akhirnya memberikan pengalaman sendiri & secara akal “ikut” cara berfikir orang-orang diluar islam. Hal inilah yang akhirnya membuat penulis mengetahui seluk-beluk agama Kristen dengan detail, melebihi pemeluk agama Kristen sendiri. Akan tetapi hal tersebut tidak lantas membuat penulis “Murtad” dari agama yang dipeluk oleh ke-2 orang tuanya, yaitu agama islam. Sekarang ini penulis aktif didalam kegiatan-kegiatan Sosial Ke-Ummatan untuk menjaga aqidah ummat islam dari bahaya Kristenisasi. Selain itu, penulis juga aktif sebagai penulis & Konsultan didalam Forum Al Ishlah (sebuah forum diskusi yang dikelola oleh gabungan beberapa mahasiswa di Solo, Klaten & Jogja) dengan situsnya www.forum-alishlah.com dengan rubrik seputar Kristologi. Dan terakhir penulis aktif sebagai “Anshor” bagi orang-orang yang baru masuk islam maupun orang-orang ingin masuk kedalam agama islam. Untuk lebih dalam mengenal beliau & bila ada yang ingin tanya jawab, silahkan kirimkan ke-email faimpu@yahoo.com (moslem idea)

Minggu, 15 Mei 2011

Terbongkarnya Kedok Yahudi di Jakarta


Teka-teki itu terjawab. Selama ini menjadi sangat sulit memahami. Kemana arah gerakan yang mengusung ideologi plurasime?

Para penganut ideologi pluralisme itu mula-mula hanya menginginkan kebebasan beragama. Mereka menuntut setiap paham agama itu, diberi ruang hidup secara bebas di Indonesia. Tidak ada restriksi atau pembatasan. Termasuk adanya undang-undang yang mengatur keberadaan agama di Indonesia.

Gerakan yang mendapatkan dukungan media massa, lembaga swadaya internsional, dan pemerintahan Barat, berusaha dengan sangat gigih, memperjuangkan paham pluralisme di Indonesia. Mereka menggunakan segala kemampuan dan kekuataan yang mereka miliki, agar paham pluralisme itu eksis, dan kemudian mereduksi agama mayoritas di Indoensia, yaitu Islam.

Makanya, mereka berlindung dibalik baju pemerintah yang sekarang sedang getol-getolnya memerangi "terorisme". Mereka - penganut pluralisme sekarang meniupkan dengan sangat keras tentang ancaman radikalisme, ekstrimisme, dan fundamentalisme. Kaum pluralis dengan menggunakan media yang ada, terus melakukan kampanye tentang ide-ide kotor, yang ingin mereduksi secara total nilai-nilai Islam dalam kehidupan kaum Muslimin.

Tetapi, sekarang semua menjadi sangat terang benderang, para pengusung gerakan pluralisme itu, hanyalah alat, dan menjadi "brokers", yang tujuannya hanyalah untuk melegalkan agama dan komunitas Yahudi di Indonesia.

Mereka menginginkan agar pemerintah melegalkan agama dan komunitas Yahudi Indonesia. Di mana selama ini, aktivitas mereka tertutup, dan selalu menggunakan berbagai "cover" untuk menutupi gerakan mereka.

Gerakan pluralisme yang menginginkan pemerintah memberikan pengakuan dan hak yang sama setiap agama, hanyalah "prolog" (mukaddimah) dari gerakan yang lebih besar, yang tujuannya ingin menjadikan agama Yahudi dan para pengikutnya di Indonesia menjadi legal.

Dengan semakin mencairnya sikap umat Islam terhadap berbagai ideologi dan agama, maka itu menjadi peluang akan legalisasi terhadap agama Yahudi dan para pendukungnya di Indonesia.

Gerakan pluralisme itu, sudah menyusup ke seluruh Ormas Islam, dan ada tokohnya, yang memperjuangkan secara permanen dan terus menerus paham dan ideologi pluralisme itu. Gerakan ini mendapatkan angin saat Abdurrahman Wahid menjadi presiden, dan dilanjutkan oleh "Wahid Institute", yang terus menggelorakan tentang pluralisme di Indonesia.

Esensi gerakan pluralisme itu, bukan hanya ingin mereduksi agama Islam, tetapi gerakan ini juga ingin menjadikan agama Yahudi sebagai "centrum" (pusat) dari semua agama, karena pandangan agama Yahudi, yang sangat rasis itu.

Dengan menelanjangi agama Islam, dan dengan ide-ide semua agama sama, kebebasan agama, dan toleransi agama, maka dititik inilah masuk agama Yahudi dan para pengikutnya, dan kemudian melakukan kooptasi terhadap semua agama dan ideologi yang ada di Indonesia.

Sekarang langkah-langkah deterent dan deideologisasi, khususnya terhadap paham agama, khususnya Islam, karena Islam akan menjadi batu sandungan bagi masuknya agama Yahudi di Indonesia.

Mereka menggunakan 'trik-trik' politik, yang akan membuat kalangan pemeluk Islam kehilangan sikap "sajaah" (keberanian) untuk menyatakan dirinya sebagai Muslim. "Isyhadu bi anna muslimin". Mereka melucuti umat Islam dengan sederet isu yang sengaja mereka semburkan. Teroris, ekstrimis, fundamentalis, dan radikal. Dengan gempuran yang mereka lakukan melalui media itu, mentalitas umat Islam menjadi ciut nyalinya, dan kemudian mereka melenggang untuk mendirikan agama Yahudi di Indonesia.

Sabtu depan, 14 Mei, 2011, rencananya akan berlangsung peringatan ulang tahun atau peringatan hari kemerdekaan Israel di Jakarta. Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana ini bisa berlangsung di negeri yang mayoritas penduduk beragama Islam?

http://savindievoice.files.wordpress.com/2010/09/pluralism-1_ruunu_3868.jpg Sementara itu, Israel berdiri menjadi sebuah negara, tak lain melalui pengusiran, penghancuran, dan pembunuhan terhadap rakyat Palestina.

Berulang kali terjadi pembantaian terhadap rakyat Palestina. Jumlahnya tidak sedikit. Mereka yang tewas dibunuh milisi Yahudi di Palestina. Jutaan orang yang diusir ke negara-negara lain, dan tanah kelahiran mereka dirampas. Kemudian, diduduki dan dijadikan negara yang bernama Israel.

Terakhir umat Islam disuguhi Israel sebuah episode tragedi kemanusiaan yang tiada taranya, yaitu berlangsungya genoside terhadap muslim Palestina Gaza, saat invasi militer Israel terhadap Gaza, bulan Januari 2010.

Hari-hari ini, rakyat Mesir, Jordania, Suriah, dan Arab lainnya, sedang mempersiapkan peringatan "Nakba". Peringatan yang memperingati pengusiran dan pembantaian yang dilakukan Yahudi di Palestina.

Israel juga secara sistematis berusaha menghancurkan Masjidil Aqsha, dan menggali torowongan di bawahnya. Kejahatan yang dilakukan Israel tidak akan pernah berhenti terhadap rakyat Palestina. Kejahatan yang tiada taranya, yang hanya bisa disamai oleh Hitler.

Selama ini, kaum Muslimin hanya menjadi objek dan tertuduh sebagai teroris, fundamentalis, ekstrimis, pelaku kekerasan. Tetapi, kenyataannya umat Islam yang selalu menjadi korban kaum rasis Yahudi-Israel.

Mereka terus berkampanye bahwa umat Islam itu selalu diidentikkan dengan pelaku kekerasan. Tetapi, sejatinya sejak dahulu kala, sampai saat ini yang paling banyak membunuh ummat Islam adalah kaum Yahudi dan Nasrani.

Mengapa umat Islam berdiam diri membiarkan dirinya terus menerus didzalimi secara kejam oleh mereka yang selalu meneriakkan pluralisme, kebebasan beragama, toleransi agama, inklusivisme?

Mereka itu sejatinya gerakan yang haus darah umat Islam. Di mana saja mereka menumpahkan darah umat Islam dengan menggunakan tangan orang lain. Tak layak orang beradab memperingati kemerdekaan Israel. Wallahu'alam. (MIdea/era)

Sabtu, 14 Mei 2011

Kemana Infaq Jum’atan anda selama ini disalurkan/dimanfaatkan...??


“Mari sedikit kritis terhadap apa yang terjadi dengan masjid kita saat ini.....” ini barangkali ungkapan awal yang mesti saya sampaikan  sebelum membahas lebih detil tema di atas.
Hari ini mayoritas ummat telah kehilangan kekritisannya, karena sikap kritis ummat ini seakan-akan telah menjadi barang langka, termasuk mengkritisi tentang apa yang ada di dalam rutinitas masjid kita hari ini, kelangkaan ini tak lain karena Pertama, Kebanyakan kita enggan atau merasa tidak nyaman melakukan sikap kritis, terlebih lagi terkait dengan masjid. Kedua,  Kebanyakkan para takmir/pengurus masjid masih banyak yang beranggapan bahwa sikap kritis ini sebagai upaya untuk merusak jalinan ukhuwah masjid dan  tatanan yang telah berjalan, maka jangan heran kalau jika ada yang bersikap kritis akan cenderung di “bunuh karakternya” dan jika perlu tidak boleh aktif dalam kegiatan masjid kecuali hanya sebatas sholat semata.
Hilangnya sikap kritis kaum muslimin saat ini terhadap masjidnya bukan tanpa akibat, banyak hal yang terjadi dimasjid kita yang masih perlu untuk dikritisi dan sekaligus diperbaiki, salah satunya yakni pemanfaaran/ penyaluran Infaq Jum’atan masjid yang barangkali kita selama ini berinfaq disetiap jum’at. Yang jadi pertanyaan adalah pernahkan selama ini anda berpikir tentang pemanfaatan dan penyaluran Infaq jum’atan anda selama ini ??? Atas pertanyaan ini, saya bisa memastikan bahwa kita kebanyakan tidak memikirkannya, entah karena kurang kritis atau memang kita tidak peduli terhadap apa yang terjadi di masjid kita saat ini.
Mari kita tenggok dan kita lihat kas  masjid kita saat ini, yang terpampang  cukup jelas di depan masjid, kira - kira berapa ??? Dan kemana selama ini disalurkannya ???. Maka, jika anda kritis anda akan terheran-heran, bahwa masjid kita saat ini kebanyakan mengalami surplus (kelebihan dana) atau dengan kata lain antara pemasukkan dan pengeluaran lebih banyak pemasukkannya, jika demikian yang terjadi maka masjid-masjid kita saat ini sudah dipastikan kas nya akan melimpah.
Untuk itu, anda jangan kaget jika masjid saat ini (untuk ukuran sedang, kas masjidnya bisa mencapai lebih dari Rp. 7 Juta), kalau anda kurang percaya, coba telusuri masjid disekitar anda, niscaya anda akan sependapat dengan saya. Lalu dana sebanyak itu untuk apa, yang jelas dana tersebut terkesan hanya sekedar terpampang di papan pengumuman, dan kurang optimal pemanfaatannya, mungkin hanya sebagai pelengkap semata, bahwa masjid harus ada papan pengumuman dan laporan keuangannya (biar pantas dikatakan masjid yang transparan dan akuntanbilitasnya baik),
Kondisi yang sebagaimana yang saya gambarkan di atas, membuktikan bahwa infaq jum’atan kita selama ini yang kita infaqkan di setiap jum’at ternyata kurang optimal pemanfaatannya, lalu siapa yang paling bertanggungjawab dalam persoalan ini ? Tak lain adalah Takmir/pengurus masjid setempat karena dipundanyalah infaq tersebut diamanahkan.
Tetapi seringkali para takmir/pengurus masjid juga berargumen bahwa dana kas masjid tersebut untuk cadangan masjid jika sewaktu-waktu membutuhkan, alasan ini terkesan tidak realistis dengan kondisi masjid hari ini, karena kenyataannya dana tersebut terlalu banyak untuk ukuran cadangan, seharusnya dana tersebut bisa segera disalurkan untuk ummat yang membutuhkan dan bukannya diendapkan? Dan tidak perlu merasa kuatir dengan kebutuhan dana rutin masjid, mengapa ? 
1      Karena sebenarnya potensi dana yang masuk ke kas masjid selain rutinitasnya bisa diharapkan, besarnya pun sebenarnya cukup lumayan untuk pemberdayaan masjid,  contohnya Infaq Jumatan masjid.
2      Seharusnya tidak perlu terjadi adanya pengendapan dana atau dana yang tidak termanfaatkan diluar batas kewajaran.
3      Karena kebutuhan pokok masjid, kalau dihitung-hitung tidak akan mencapai Rp 1 juta/bulan, paling-paling untuk masjid ukuran sedang kebutuhan dana hanya pada kisaran Rp 200.000,00 s/d Rp. 300.000,00/bulan saja. Perhitungan ini hanya untuk listrik masjid, tenaga kebersihan, transport khotib dan acara pengajian yang sederhana
     Jika kebutuhan pokok/bulan ini bisa kita buat aman dalam waktu 5 bulan, maka kebutuhan pokok masjid hanya sebesar Rp 300.000,00 x 5 bulan = Rp 1.500.000,00 (untuk kurun waktu 5 bulan ke depan). Sedangkan apabila masjid memiliki saldo mengendap Rp 7.000.000,00 ini berarti besarnya dana yang mengendap (yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk ummat) sebesar Rp 7.000.000,00 - Rp. 1.500.000,00 = Rp. 5.500.000,00.

Lalu yang jadi pertanyaan, atas dasar apa dana yang mengendap tersebut tidak dimanfaatkan/disalurkan untuk ummat? ...Takut habis ..? Sebenarnya tidak ada alasan dana tersebut tidak segera disalurkan, apalagi jika alasan tersebut hanya berlandaskan ketakutan-ketakutan semata. Mengendapnya dana kas masjid merupakan tanggungjawab takmir/pengurus masjid saat ini, baik dihadapan manusia maupun Allah Swt, terlebih lagi jika ada masyarakat sekitar masjid yang sangat membutuhkan dana, misalmya untuk berobat, makan atau lainnya, sedang masyarakat tersebut telah berusaha untuk mencari dana kemana-mana tapi tidak mendapatkan hasil, disatu sisi ternyata dana kas masjid yang terpampang dipengumuman sangat melimpah, tentunya hal ini sangat kontras dan kurang relevan dengan fungsi yang seharusnya diperankan masjid, yakni memberikan perhatian ummat. Untuk itu, jika kasus yang saya gambaran diatas benar-benar terjadi dilingkungan masjid kita tentu hal ini merupakan tamparan yang sangat memalukan bagi pengelolaan masjid-masjid kita saat ini.
Maka dari itu dana kas masjid yang tidak dimanfaatkan untuk ummat dan hanya sekedar disimpan tentunya menjadi tanggungjawab dan amanah yang besar dipundak para takmir/pengurus masjid saat ini dan suatu saat pasti akan dimintai pertanggungjawabannya, karena memang tidak mudah menjadi Takmir/Pengurus masjid hari ini, selain dibutuhkan keikhlasan yang tulus, ternyata kepakaran dan kemampuan juga menentukan maju mundurnya ummat di sekitar masjid, terkhusus lagi yang mampu mengelola dana kas masjid secara baik. Maka jika anda seorang Takmir/Pengurus Masjid tapi tidak mampu mengurus dan mengelola masjid dengan baik, memang sebaiknya mundur dan menyerahkannya pada orang yang lebih mampu untuk mengelolanya, karena dengan menyerahkan pada orang yang lebih mampu akan menyelamatkan diri anda dihadapan Allah dan tentunya ummat akan semakin baik ditangan orang yang memang pantas untuk menjadi takmir/pengurus masjid. (Sumber :khoirotunhisan.org)

Selasa, 10 Mei 2011

Meluruskan Pengelolaan Infaq/Kas Masjid hari ini



Fenomena saat ini, banyak diantara pengurus/takmir Masjid yang tidak tahu tentang pengelolaan dana Kas masjid yang sumbernya dari infak Jamaah masjid dan ternyata masih ada saja takmir/pengurus masjid yang tetap bertahan untuk menyimpan dana kas masjidnya dan tidak segera menyalurkannya untuk ummat yang membutuhkan, takmir/pengurus tadi berdalil bahwa kas masjid untuk persediaan/cadangan dana kalau sewaktu-waktu dibutuhkan.
          Walaupun alasan takmir/pengurus masjid ini tidak realistis dan wajar (karena jumlahnya terlalu banyak untuk ukuran candangan kas masjid) saya bisa memahami mengapa takmir/pengurus masjid ini memiliki pemahaman demikian. Pemahaman ini ternyata banyak dipegang oleh para takmir/pengurus masjid hari ini, sehingga untuk menjadikan dana kas masjid agar benar-benar optimal dan manfaat untuk ummat, sepertinya membutuhkan “keajaiban”.Untuk itu, jika pemahaman sebagaimana takmir/pengurus masjid di atas masih ada, saya amat yakin ummat kurang mendapatkan manfaat dan perhatian yang serius dari masjidnya, terlebih lagi untuk mewujudkan pengelolaan infaq /kas masjid yang baik, rasanya sangat mustahil untuk direalisasikan.
          Lalu mengapa pemahaman sebagian takmir/pengurus masjid di atas bisa ada? Salah satu faktornya yakni banyak takmir/pengurus masjid hari ini yang memiliki paradigma (cara pandang) yang salah atau kurang tepat terhadap pengelolaan infaq/kas masjidnya, sehingga dari cara pandang yang salah ini berakibat salah pula di dalam menerapkan atau menjalankan pengelolaan kas masjidnya. Adapun beberapa cara pandang yang dianggap keliru diantaranya :
1.    Banyak takmir/pengurus masjid yang masih beranggapan bahwa menyimpan dana (apalagi disimpan di bank) adalah cara yang paling tepat dan aman untuk mengelola kas masjid, sehingga seorang yang diamanahi mengelola dana kas masjid tidak terasa terbebani (karena disimpan di bank), padahal yang terjadi dengan disimpannya dana tersebut (sebagai wujud dari pengelolaan kas masjid hari ini), masjid hanya mendapatkan satu manfaat saja yakni rasa aman semata dan tidak mendapatkan manfaat lainnya semisal pemberdayaan ummat di sekitar masjid, kalaupun ada manfaat yang bisa dirasakan biasanya tidak sebanding dengan dana yang disimpan di bank tersebut, bahkan dana yang disimpan seringkali terus berkurang sebagai kompensasi atas biaya administrasi selama ditabung di bank.
Selain itu, jika dana kas masjid dimasukkan dalam bank, dan tidak segera disalurkan untuk ummat, siapa yang pada akhirnya memanfaatkan dana tesebut ? Mungkinkah masjid selaku penyimpan bisa memanfaatkan dana atau ummat sekitar masjid bisa mendapatkan manfaatnya ?Jawabannya jelas tidak, paling-paling masjid hanya akan mendapatkan bagi hasil semata dari pihak bank yang besarnya cenderung sangat kecil
Lalu siapa yang memanfaatkan dana kas masjid kita, jika disimpan di bank ? Pemanfaatan dana kas masjid yang telah ditabungkan ke bank tentu menjadi tanggungjawab dan kewenangan pihak bank untuk mengelolanya dan semua terserah dengan bank tersebut.
Padahal dana yang telah masuk di bank akan dikelola sebagai dana investasi (pihak bank tidak tahu/tidak mau tahu asal dana tersebut, dari dana infaq atau kas masjid, yang penting ada yang menjadi nasabah), sehingga siapapun yang akan memanfaatkan dana bank akan dikenakan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan pengelolaan dana bisnis, salah satu ketentuan yang sudah lazim dilakukan, yakni bahwa siapapun yang mengajukan pinjaman dana usaha ke bank diharuskan mempunyai jaminan pada bank yang besarnya minimal sebanding dengan dana yang dipinjam.
Contoh yang mudah dipahami, yakni jika ada 10 orang masing-masing menabung di bank sebesar Rp. 1 juta rupiah, maka total tabungan dari 10 orang tersebut adalah Rp. 10 juta rupiah. Kira-kira mungkinkah salah seorang dari 10 orang tadi, yang masing-masing hanya memiliki tabungan sebesar Rp 1 juta rupiah bisa mengajukan pinjaman dengan nominal Rp. 5 juta rupiah, sedangkan dia tidak memiliki jaminan sama sekali pada bank ? Jawabannya sudah pasti tidak mungkin. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak punya tabungan di bank sama sekali,  tapi dirinya memiliki jaminan sertifikat rumah, kemudian orang tersebut mengajukan pinjaman dana sebesar Rp 10 juta pada bank, mungkinkah pihak bank akan memberikan pinjaman ? Jawabannya sangat mungkin sekali. Mengapa ? Karena pihak bank hanya berorientasi pada keuntungan dan keamanan dananya. Maka jangan heran dari penggambaran di atas ada yang bilang bahwa,  apabila ada orang miskin yang menabung di bank dan tidak punya jaminan, maka orang tadi hanya mendapatkan rasa aman semata, bahkan ada yang berkomentar pula inilah gambaran nyata dari adanya orang-orang miskin memberikan pinjaman dana pada para pengusaha kaya/konglomerat melalui bank. Yang jadi pertanyaan, bagaimana jika dana tersebut adalah infaq/kas masjid kita saat ini yang sedang kita simpan di bank ? Padahal kenyataannya banyak ummat hari ini yang sangat membutuhkan uluran bantuan dari masjidnya?

Inilah salah satu kesalahan fatal pengelolaan infaq/kas masjid kita hari ini yang kurang berpihak pada ummat, tapi justru secara tidak langsung berpihak pada konglomerat kaya, naudzubillah  

2.    Takmir/Pengurus masjid saat ini memandang Infaq/kas masjid layaknya dana bisnis sehingga dalam menyalurkan dana cenderung berpikir untung dan rugi, akibatnya ummat tidak mendapatkan kemudahan dan manfaatnya dari infaq/kas masjid. Bahkan kebanyakan ummat saat ini dalam urusan pinjam-meminjam dana untuk usaha atau keperluan hidup lainnya lebih menggandalkan bank plecet (rentenir) dari pada harus ke pengurus masjid setempat, di bank plecet selain prosedurnya mudah juga tidak rumit sebagaimana di masjid
Dalam pembahasan ini penulis pernah bertemu dengan seorang takmir/pengurus masjid, pengurus tersebut mengatakan bahwa : Kita percumah saja meminjami dana usaha untuk ummat yang membutuhkan dana usaha, karena dana pasti akan macet, lebih baik kita berikan dalam bentuk sembako yang bisa langsung dimanfaatkan. (biasanya diprioritaskan mendapatkan sembako adalah para orang tua yang telah lanjut usia, padahal seringkali orang tua yang telah lanjut usia menjadi tanggungan orang muda yang masih produktif, mengapa tidak pada para pemudanya saja ???), Akibat dari pandangan, produktifitas dan kemampuan kerja tumpul dan sulit untuk mampu mandiri, khususnya bagi para pemuda. Inilah salah satu pandangan bahwa infaq/kas masjid dipandang sebagai dana investasi.
         
          Maka, paradigma ini perlu diluruskan, bahwa infaq/kas masjid harus tetap dipandang sebagai infaq, artinya dana dari sumber infaq tersebut harus segera disalurkan untuk ummat yang membutuhkan dan tidak perlu berpikir untung dan rugi, terlebih lagi diendapkan (karena ini sudah menjadi hak ummat). Dan akan lebih baik lagi jika takmir/pengurus masjid membuat mekanisme penyaluran dana yang baik, misalkan : untuk sosial dana dibatasi Rp. 100 ribu saja, untuk membantu usaha yang telah berjalan dana yang disalurkan sebesar Rp. 300 ribu dan diminta kembali (bagi yang sudah punya usaha mapan dan sangat mungkin untuk mengembalikan dana) dan bagi yang memulai usaha dari nol disiapkan betul dana yang cukup sehingga ummat mampu mandiri dengan sebenarnya.
          Tapi, sayangnya mekanisme penyaluran yang baik belum pernah dibentuk, tapi  para takmir/pengurus masjid sudah terlanjur dihantui dengan dana tidak kembali, padahal bertambahnya dana infaq itu kalau dana tersebut disalurkan untuk ummat yang membutuhkan, semakin banyak yang kita salurkan akan semakin banyak dana yang akan masuk pada kas masjid kita.Insya’ Allah.

Dan perlu dicatat bahwa, dana infaq/kas masjid adalah dana yang seharusnya segera disalurkan semua tanpa harus berpikir untuk dikembalikan, kalaupun berpikir untuk dikembalikan hanya pada pertimbangan asas pemerataan semata dan bukannya malah diendapkan seperti saat ini, wallahu alam.  (Sumber :khoirotunhisan.org)

Kamis, 07 April 2011

Belajar “Memuliakan” Tenaga Pengajar TPA/TPQ (Pengajar Al Qur’an)

Tema tersebut saya angkat, berawal dari perjumpaanku dengan salah seorang pengajar TPA/TPQ disalah satu masjid. Ia menceritakan bagaimana beratnya tanggungjawab sebagai pengelola dan sekaligus pengajar  TPA/TPQ selama ini, hampir waktu sorenya dihabiskan untuk mendampingi anak-anak belajar Al Qur’an. Padahal jika dibandingkan pemuda seusianya, banyak para pemuda yang menghabiskan waktu sorenya untuk les pelajaran sekolah, ada yang berolah raga, ada yang bersendau gurau dengan teman lainnya  dll, tapi dirinya rela dan ikhlas mendampingi, membimbing dan mengajar di TPA/TPQ. Walaupun ilmu yang dimilikinya terbatas, tapi dirinya tetap bersemangat dan terus berusaha semampunya mengemban amanah dengan sebaik-baiknya, demi adik- adik kampungnya agar bisa membaca Al Qur’an dengan baik. .

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites